PELESAPAN LEKSIKON PERTANIAN MASYARAKAT KALIJAGA: SEBUAH KAJIAN EKOLLINGUISTIK
Keywords:
*Kata kunci: leksikon, ekolinguistikAbstract
Tulisan ini memaparkan secuil pergeseran-pergeseran budaya yang senantiasa terjadi, berimplikasi langsung pada beberapa bentuk dan aspek yang lain. Betapa tidak, fenomena semacam ini merupakan suatu bentuk terpola dan tersistematis, suatu bentuk kausalitas X maka Y. Terminologi semacam ini pun tidak luput menghantui bidang pertanian jika dilihat dari beberapa bentuk kosakatanya mengalami pergeseran menjadi bentuk arkhais (tidak banyak digunakan masyarakat dan hampir punah statusnya). Dalam pada itu, statemen[1]statemen kritis yang menganggap bahasa sebagai sarang dan representasi budaya mulai tergoyahkan. Betapa tidak, budaya-budaya yang terimplisit di dalam istilah pertanian tersebut terkategori dalam status terabrasi ke arah bentuk yang arkhais. Sehingga, pada pernyataan yang paling ekstrim, istilah-istilah tersebut termarginalkan dan mengarah ke kepunahannya bersama budaya masyarakat yang melekatinya. Dengan demikian, maka diperlukan usaha yang signifikan berupa revitalisasi terhadap kekayaan lokal masyarakat yang sedemikian rupa. Hal ini dimaksudkan agar generasi muda mengerti dan memahami karakteristik nenek moyangnya yang sebenarnya. Dalam pada itu, hal tersebut juga dimaksudkan agar mereka dalam prosesi pananaman karakternya tidak semata[1]semata berorientasi pada pribadi yang materialistis, individualistis, dan neomaterialis. Prolog semacam ini ditelisik dari sudut pandang sekaligus teori ekologi bahasa yang dipaparkan Muhlhausler dan dikombinasi bersama beberapa teori lain yang relevan. Sehingga, dengan cara ini ditemukan satu solusi yang berupa titik temu permasalahan di atas. Terkait dengan itu, data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode angket yang disebar kepada responden. Oleh karenanya, maka ditemukanlah satu konklusi fenomena yang demikian miris tadi jika harus disandingkan terhadap tolok ukur pendidikan yang sejatinya memanusiakan manusia.